Deklarasi yanga digagas oleh pemerintah Indonesia terkait dengan luas perairan Indonesia tanggal 13 desember 1957 adalah....
IPS
herconary
Pertanyaan
Deklarasi yanga digagas oleh pemerintah Indonesia terkait dengan luas perairan Indonesia tanggal 13 desember 1957 adalah....
2 Jawaban
-
1. Jawaban salwaapandhora
Deklarasi Djuanda
Semoga bermanfaat... -
2. Jawaban fira2271881
Pada masa pasca kemerdekaan Indonesia di tahun 1950, pemerintah Republik Indonesia tidak mempunyai waktu untuk membenahi masalah perbatasan, baik dengan Malaya yang saat itu menjadi bagian dari Inggris dan perbatasan dengan negara lain. Ada tiga hal yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Pertama, pemerintah konsentrasi pemerintah terkuras untuk mengurus masalah dalam negeri yang penuh gejolak. Kedua, ada masalah Papua Barat yang masih ditongkrongi Belanda. Ketiga, pemerintahan Malaya juga menghadapi masalah dalam negeri dalam hubungannya dengan Inggris yang menjajah mereka.
Masalah perbatasan Indonesia mulai mendapat perhatian di masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II (24 Maret 1956 – 14 Maret 1957). Batas wilayah laut di Indonesia pada saat itu masih diatur oleh peraturan warisan Belanda yang dikenal dengan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939 (selanjutnya disebut Ordonantie 1939). Dalam Ordonantie 1939 ditentukan bahwa jarak teritorial bagi tiap-tiap pulau di Indonesia adalah tiga mil dari garis pantai masing-masing pulau. Peraturan itu memunculkan banyak wilayah laut bebas di antara pulau-pulau yang ada di Indonesia. Laut bebas ini membuat wilayah Indonesia menjadi terpisah-pisah. Gagasan untuk mengubah Ordonantie 1939 muncul atas desakan dari beberapa departemen yang merasa hukum laut warisan Belanda itu tidak dapat melindungi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Atas dasar itulah, Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo membentuk sebuah tim yang ditugaskan untuk membuat RUU tentang Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim. Tim ini berdiri berdasarkan Keputusan Perdana Menteri RI No. 400/P.M./1956 itu dipimpin oleh Kolonel Laut R. M. S. Pirngadi .
Panitia Pirngadi, setelah hampir satu tahun lebih, dapat menyelesaikan rencana RUU Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim. Sebagian besar isi dari RUU itu hampir sama dengan Ordonantie 1939, namun memiliki perbedaan pada penentuan garis teritorial yang sebelumnya 3 mil, menjadi 12 mil laut. RUU tersebut belum sempat disetujui, karena Kabinet Ali II kemudian bubar, dan digantikan oleh Kabinet Djuanda.
Kabinet Djuanda masih melanjutkan RUU Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim, dengan menugaskan Mr. Mochtar Kusumaatmaja untuk mencari dasar hukum untuk mempertahankan wilayah Republik Indonesia. Mr. Mochtar Kusumaatmaja kemudian memberikan gagasan yang disebut Archipelagic Principle yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1951. Sebagai alternatif terhadap RUU dan gagasan Archipelagic Principle itu kemudian dibuatlah konsep ’Asas Negara Kepulauan’. Ir. Djuanda mempunyai pemikiran bahwa harus segera mengesahkan RUU tersebut, karena banyak kapal Belanda yang melakukan intervensi dari dan menuju New Guinea di zona laut yang bebas.
Gagasan Mr. Mochtar Kusumaatmaja yang menggunakan Asas Negara Kepulauan diterima pada saat sidang parlemen tanggal 13 Desember 1957, pemerintah mengeluarkan pengumuman yang isinya “segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia. Lalu-lintas yang damai diperairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Batas laut teritorial Indonesia yang sebelumnya 3 mil diperlebar menjadi 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung terluar pada pulau-pulau dri wilayah negara Indonesia pada saat air laut surut.”
Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka Ordonantie 1939 sudah tidak berlaku lagi di Indonesia, dan garis teritorial laut Indonesia yang sebelumnya 3 mil menjadi 12 mil. Namun, tidak lama setelah Indonesia mengeluarkan peraturan tersebut, muncul beberapa reaksi terhadap peraturan tersebut. Reaksi protes datang dari beberapa negara seperti dari Amerika Serikat (tanggal 30 Desember 1957), Inggris (3 Januari 1958), Australia (3 Januari 1958), Belanda (3 Januari 1958), Perancis (8 Januari 1958), dan Selandia Baru (11 Januari 1958). Reaksi penolakan tersebut sudah dipikirkan oleh pemerintah Indonesia, dan sudah pula diumumkan bahwa reaksi-reaksi dari berbagai negara tersebut akan diperhatikan dan dibahas dalam konferensi internasional mengenai hak-hak atas lautan yang akan diadakan pada 1958 di Jenewa. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah siap dengan